Selasa, 19 April 2011

Pemanfaatan dan Pelestarian Lingkungan Hidup

Konsep Lingkungan Hidup

Menurut Prof. Dr. Emil Salim Lingkungan Hidup adalah segala benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal-hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
Menurut UU No.4 Tahun 1982 tentang pokok-pokok pengelolaan Lingkungan Hidup, jumto UU No. 23 Tahun 1997, Pasal I bahwa lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lainnya.
Menurut Prof.Dr.Otto Soemarwoto, Lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.
KOMPONEN-KOMPONEN EKOSISTEM
Di dalam lingkungan terdapat hidup terdapat tiga komponen ekosistem, yaitu :
  • Unsure Fisik (abiotik)
Unsure fisik yang terdapat didalam lingkungan hidup terdiri atas tanah, air, sinar mathari, senyawa kimia, dan sebagainya.fungsi unsure fisik didalam lingkungan sebagai media untuk berlangsungnya kehidupan. Sebagai contoh air dioperlukan oleh semua makhluk hidup untuk mengalirkan zat-zat makanan dan matahari merupakan energi utama untuk bergerak atau berubah.
  • Unsure Hayati (biotic)
Unsure hayati dalam lingkungan hidup terdiri atas semua makhluk hidup yang terdapat di bumi, mulai dari tingkat yang paling rendah sampai ke tingkat tinggi, mulai dari bentuk yang paling kecil hingga yang paling besar.sebagai contohnya adalah manusia, hewan, tumbuhan dan jasad renik.
  • Unsure Budaya
Disamping lingkungan fisik alamiah, manusia juga memiliki lingkungan lain sebagai pelengkap kehidupan yang disebut dengan lingkungan budaya. Lingkunga budaya merupakan abtraksi yang berwujud nilai, norma, gagasan dan konsep dalam memahami dan menginterpretasikan lingtkungan.

DEFINISI PEMBANGUNAN

Pembangunan

: upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara bertahap dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki negara secara bijaksana.
Menurut Rostow pembangunan adalah
: tranformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern
yang lebih produktif.
Rostow membagi pembangunan menjadi lima tahapan yaitu :
1. Masyarakat tradisional ( the traditional society)
Ciri-cirinya : ♣ Cara produksi masih primitive.
♣ Tingkat produktifitas masih rendah khususnya bidang pertanian.
♣ Kegiatan politik dan pemerintahan masih rendah berada pada tuan tanah
2. Tahap Prasyarat Lepas Landas ( The pra condition for take off)
Ciri-cirinya : ♣ Masa transisi masyarakat mempersiapkan untuk mencapai pertumbuhan atas
kekuatan sendiri.
3. Tahap lepas landas (the take off)
Ciri-cirinya : ♣ Pertumbuhan ekonomi selalu terjadi, adanya kemajuan pasar dan terbukanya
pasar-pasar baru.
4. Tahap menuju kedewasaan ( the drive to maturity)
Ciri-cirinya : ♣ Kondisi masyarakat sudah secara efektif mengunakan teknologi modern di hampir
semua kegiatan produksi dan kekayaan alam.
♣ Struktur dan keahlian para pekerja bertambah tinggi.
♣ Struktur dan keahlian para tenaga kerja mengalami perubahan di mana sector industri
semakin penting sementara sector pertanian menurun.

Konsep pembangunan berwawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan terencana yang memadukan unsure lingkungan hidup termasuk sumberdaya kedalam proses pembangunan.
Sumber daya yang mendukung pembangunan antara lain :
  • sumber daya alam.yaitu air, tanah, udara.
  • sumber daya manusia.
  • ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ciri-ciri pembangunan berwawasan lingkungan :
  • Menjamin pemerataan dan keadilan.
  • Menghargai keanekaragaman hayati.
  • Menggunakan pendekatan integratif
  • Menggunakan pandangan jangka panjang.

Konsep pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Dalam pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan berbagai upaya :
  1. Menyatukan persepsi tentang pelestarian.
  2. Menstabilkan populasi bumi baik di darat maupun di laut.
  3. Melanjutkan mengamankan penggunaan sumber daya.
  4. Menggunakan sumber daya secara efisien dan tidak membahayakan biosfer.
  5. Mengembangkan dan menerapkan teknologi maju untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan lingkungan.
  6. Mendukung program ekonomi baru yang memiliki strategi yang berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya dan pengembangan lingkungan.
Pembangunan berkelanjuan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Skema pembangunan berkelanjutan:pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa “…keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam”. Dengan demikian “pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual”. dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Konsep lingkungan hidup menurut UNCC
Dalam pembicaraan mengenai perubahan iklim, Cina setuju membuka dialog menghadapi berakhirnya Kyoto Protokol. Dialog-dialog ini diharapakan dapat memberi kemajuan konferensi UNCC (United Nation Climate Conference) yang berlangsung di Bali pada Desember 2007.

ARTI PENTING LINGKUNGAN DALAM KEHIDUPAN.

≈ Lingkungan sebagai tempat tinggal
Setiap makhluk hidupakan bertempat tinggal didalam lingkungan tempat mereka berada. Makhluk hidup akan selalu berkelompok dengan jenisnya masing-masing.
Didalam lingkunga terdapat beberapa tingkatan makhluk hidup diantaranya :
Individu : makhluk hidup tunggal
Populasi : kumpulan individu yang sejenis yang hidup pada suatu daerah tertentu.
Komunitas : kumpulan populasi yang hidup pada suatu daerah tetentu.
Ekosistem : kumpulan komunitas yang berinteraksi dengan lingkungannya dan membentuk suatu system.
≈ Lingkungan sebagai tempat mencari makan.
Keseimbangan lingkungan atau ekosistem akan terjadi jika rantai makanan, jarring makanan, dan piramida makanan tepat. Rantai makanan dalam suatu lingkungan. Pada dasarnya tiap-tiap komponen dalam lingkunga hidup dapat dikatakan sebagai “ satu untuk yang lain’. Contoh rumput dimakan rusa dan rusa dimakan harimau dan seterusnya.
Skema rantai makanan dalam suatu lingkungan.
kerusakan lingkungan akibat pembanguan
kerusakan lingkungan akibat proses alam
  • letusan gunung api
Gunung berapi Mahameru atau Semeru di belakang. Latar depan adalah kaldera Bromo, Jawa Timur, Indonesia.
letusan gunung berapi dapat berakibat buruk terhadap margasatwa lokal, dan juga manusia.
letusan gunung api merupakn aktivitas keluarnya magama yang samapai ke permukaan bumi. Magma adalah lelehan batuan yang bersifat panas yang berada didalam kerak atau selubung bumi.
Akibat yang ditimbulkan oleh letusan gunung api ini adalah :
  1. letusan gunung api dapat melemparkan material padat yang terdapat didalamnya seperti batuan, kerikil, dan pasir padat dapat menimpa perumahan, lahan pertanian, hutan dan sebagainya.
  2. Hujan vulkanik menyebabkan tergangunya pernapasan dan pemandangan.
  3. Lava panas yang meleleh dapat merusak bahkan mematikan apa saja yang dilaluinya.
  4. Awan panas dapat menewaskan makhluk hidup yang dilaluinya.
  5. Aliran lahar dapat menyebabkan pendangkalan sungai.
  6. Gas yang mengandung racun dapat mengancam keselamatan makhluk hidup disekitar gunung api.
  • gempa bumi
Sebagian jalan layang yang runtuh akibat gempa bumi Loma Prieta pada tahun 1989
gempa bumi disebabkan oleh perlepasan energi regasan elastis batuan pada litosfer. Teori terjadinya gempa adalah pergeseran sesar.
Sesar merupakan permukaan dimana tubuh batuan patah dan bergeser. Akibat yang ditimbulkan oleh gempa bumi :
  1. tanah yang merekah menyebabkan jalan raya putus.
  2. Dapat menyebabkan terjadinya tanah longsor.
  3. Menagkibatkan bangunan roboh.
  4. Dapat terjadinya banjir sebagai akibat dari rusaknya tanggul bendungan.
  5. Gempa didasar laut dapat mengakibatkan tsunami.
  • badai sinklon
sinklon : tekanan udara rendah berup[a angina topan atau badai.
Tipe badai sinklon berdasarkan jenisnya yaitu :
  1. sinklon gelombang. Biasanya terjadi didaerah lintang sedang dan lintang tinggi denga kekuatan dari mulai yang lemah sampai yang kuat, sehingga sangat merusak lingkungan yang dilaluinya.
  2. Sinklon tropic biasanya terjadi dipermukaan laut dengan kekuatan mulai dari yang sedang sampai dengan yang sangat kuat.
  3. Tornado merupakan sinklon yang hebat dari angina yang kuat.
Badai di atas Enschede, Belanda
kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia.
Kerusakan hutan.
  1. Secara rinci hutan berfungsi sebagai berikut :P roduksi hasil hutan seperti kayu dan rotan.
  2. Mengatur keberadaan air dimuka bumi.
  3. Mengatur kesuburan tanah.
  4. Mengatur unsure-unsur klimatologis seperti : hujan suhu, panas matahari, angina, dan kelembaban.
  5. Penampung fauna dan flora bumi.
Bentuk kerusakan hutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia :
  1. Pencemaran sumber daya hutan secara berlebihan.
  2. Pengalihfungsian hutan menjadi laha pertanian pemukiman atau kegiatan penambangan.
Akibat yang ditimbulkan karena kerusakan hutan antara lain :
* Punahnya berbagai jenis hewan dan tumbuhan.
* Terjadinya perubahan iklim.
* Terjadinya kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan.
* Terjadi lahan kritis.
  1. pencemaran limbah padat
Limbah padat biasanya kita kenal dengan sampah. Akibat yang ditimbulkan :
* Sebagai tempat hidup dan berkembang biak binatang pembawa penyakit.
* Mengandung bibit penyakit.
* Mengandung bahan kimia beracun yang membahayakan kesehatan.
* Dapat menyumbat aliran air.
* Menyebarkan bau yang tidak enak.
* Dapat menyebabkan rusaknya jembatan dan pipa air karena korosif.
Lingkungan hidup yang serasi dan seimbang merupakan unsure penentu suatu bangsa. Suatu Negara wajib menjaga dan melestarikan lingkungan hidup untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kepentingan bersama. Beberapa contoh pemanfaatan lingkungan hidup diantaranya :
Air digunakan untuk keperluan minum, memasak dan lainnya.
Lingkungan digunakan untuk industri seperti industri air minum, industri pupuk organic, dan industri minyak bumi.
PEMANFAATAN LINGKUNGAN HIDUP YANG MENCERMINKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pemanfaatan yang berdasarkan prinsip ekoefisiensi. Prinsip ini merupakan penerapan suatu manajemen yang memadukan efisiensi ekonomi dan efisiensi lingkungan. Ekoefisien merupakan penggunaan barang secara tepat dan berguna untuk memenuhi kebutuhan penduduk.

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

Konsep pelestarian lingkungan hidup

menurut kamus besar bahasa indonesia, kata lestari artinya tetap selama-lamanya, kekal, tidak berubah sebagai sediakala, melestarikan = menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah dan serasi : cocok, sesuai, berdasarkan kamus ini melestarikan,keserasian, dan keseimbangan lingkungan berartimembuat tetap tidak berubah atau keserasian dan keseimbangan lingkungan.pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pengelolaan lingkungan hidup (UU Lingkungan Hidup No 23 Tahun 1997)
Upaya pelestarian lingkungan hidup
upaya pelestarian hutan
Dilakukan melalui tata guna lahan, paeraturan TPTI ( tebang pilih tanam indonesia), rebaoisasi, dan sistem tumpang sari, caranya peladang diperbolehkan menanam tanaman pangan diantara larikan pohon dengan perjanjian memelihara pohom hutan yang ditanam. setelah kira-kira lima tahun, ketika telah menjadi besar ia harus pindah.

Usaha, Cara & Metode Pelestarian Hutan Agar Tidak Gundul dan Rusak Akibat Eksploitasi Berlebih Demi Melestarikan Lingkungan

Berikut di bawah ini adalah teknik dan cara yang dapat digunakan untuk menjaga hutan kita tetap terjaga dari tangan-tangan perusak jahat. Perambahan hutan tanpa perencanaan dan etika untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya sangatlah berbahaya karena dapat merusak alam dan habitat serta komunitas hewan yang ada di dalamnya.

1. Mencegah cara ladang berpindah / Perladangan Berpindah-pindah
Terkadang para petani tidak mau pusing mengenai kesuburan tanah. Mereka akan mencari lahan pertanian baru ketika tanah yang ditanami sudah tidak subur lagi tanpa adanya tanggung jawab membiarkan ladang terbengkalai dan tandus. Sebaiknya lahan pertanian dibuat menetap dengan menggunakan pupuk untuk menyuburkan tanah yang sudah tidak produktif lagi.
2. Waspada-Waspadalah & Hati-Hati Terhadap Api
Hindari membakar sampah, membuang puntung rokok, membuat api unggun, membakar semak, membuang obor, dan lain sebagainya yang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Jika menyalakan api di dekat atau di dalam hutan harus diawasi dan dipantau agar tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk. Kebakaran hutan dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan di sekitar lokasi kebakaran dan juga tempat yang jauh sekalipun jika asap terbawa angin kencang.
3. Reboisasi Lahan Gundul dan Metode Tebang Pilih
Kombinasi kedua teknik adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh para pelilik sertifikan HPH atau Hak Pengelolaan Hutan. Para perusahaan penebang pohon harus memilih-milih pohon mana yang sudah cukup umur dan ukuran untuk ditebang. Setelah meneang satu pohon sebaiknya diikuti dengan penanaman kembali beberapa bibit pohon untuk menggantikan pohon yang ditebang tersebut. Lahan yang telah gundul dan rusak karena berbagai hal juga diusahakan dilaksanakan reboisasi untuk mengembalikan pepohonan dan tanaman yang telah hilang.
4. Menempatkan Penjaga Hutan / Polisi Kehutanan / Jagawana
Dengan menempatkan satuan pengaman hutan yang jujur dan menggunakan teknologi dan persenjataan lengkap diharapkan mempu menekan maraknya aksi pengrusakan hutan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Bagi para pelaku kejahatan hutan diberikan sangsi yang tegas dan dihukum seberat-beratnya. Hutan adalah aset / harta suatu bangsa yang sangat berharga yang harus dipertahankan keberadaannya demi anak cucu di masa yang akan datang
upaya pelestarian keanekaragaman hayati
Selain mengupayakan pelestarian hutan juga melestarikan varietas asli tanaman, misalanya pelestarian padi asli cianjur dan Rojolele.
upaya pelestarian sumber daya udara
Upaya pencegahan dilakukan terhadap pabrik dengan melakukan penyaringan terhadapa pembuangan gas. perlu penanaman pohon-pohon pembatas jalan raya dan hutan kota sebagai paru-paru kota.juga diadakan uji emisi buangan gas terhadap kendaraan bermotor.
upaya pelestarian sumber daya air
Pencegahan masalah air ddilakukan dengan cara pencegahan pencemaran, pengamanan pintu-pintu air, pengunaan air tidak boros. Hutan-hutan disekitar sungai, danau, mata air dan rawa perlu diamankan. upaya untuk mengurangi pencemaran sungai diantaranya melalui program kali bersih (prokasih) terhadap sungai-sungai yang telahtercemar.

Hutan

Hutan merupakan bagian penting dari lingkungan hidup.hutan terdapat di seluruh dunia dan menjadi sumber kehidupan semua mahluk hidup-
Pendahuluan
Hutan merupakan wilayah yang didalamnya terdapat pohon,semak-semak,rerumputan,sungai,dsb.hutan juga menjadi tempat berlindung berbagai macam hewan bahkan dijadikan tempat tinggal bagi manusia
Jenis-jenis hutan yang ada di Indonesia
1.hutan bakau

Hutan ini biasanya tumbuh di daerah pantai contohnya di pantai timur Kalimantan,pantai cilacap,dll
2.hutan sabana

Merupakan wilayah padang rumput yang luas dan sedikit di tumbuhi pepohonan contohnya di daerah nusa tenggara
3.hutan rawa

 
Hutan yang berada di daerah berawa contohnya di daerah papua,Kalimantan,dll
4.hutan tropis
 
Hutan yang lebat di tumbuhi banyak pepohonan curah hujannya tinggi banyak terdapat jenis flora dan fauna yang berlindung di hutan ini sehingga banyak pemburu dan pembalak liar yang mencari buruannya ke hutan ini  contohnya di hutan Kalimantan,sumatera,dsb.
Manfaat hutan dalam kehidupan
1.di bidang ekonomi
hutan dapat menghasilkan kayu dan hasil alam lainya
2.di bidang ekologis
-Hutan dapat mencegah terjadinya banjir
-Tempat berlindung flora dan fauna langkah
-untuk menjaga kesuburan tanah
3.di bidang pariwisata
Hutan juga dapat di alih fungsikan sebagai tempat wisata
Penutup
Hutan merupakan wilayah terpenting bagi mah luk hidup yang tinggal di bumi.oleh karena itu jagalah hutan.hutan merupakan nyawa dari bumi tempat tinggal kita.

Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (Bagai Dua Sisi Mata Uang)

“Dalam pengelolaan sumber daya alam ini benang merahnya yang utama adalah mencegah timbulnya pengaruh negatif terhadap lingkungan dan mengusahakan kelestarian sumber daya alam agar bisa digunakan terus menerus untuk generasi-generasi di masa depan.”Membahas tentang sumber daya alam, dapat kita bagi ke dalam dua kategori besar, yakni sumber daya alam yang bisa diperbaharui (seperti hutan, perikanan dan lain-lain). Dan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, seperti, minyak bumi, batubara, timah, gas alam dan hasil tambang lainnya. Dalam tulisan ini akan kita kaji sumber daya alam berupa hasil tambang dan itu tidak dapat diperbaharui. Membicarakan hasil tambang, tentu timah merupakan salah satunya.
Apalagi timah sangat identik dari sebuah ciri khas sebuah propinsi yang bernama Bangka Belitung. Siapa yang tidak kenal negeri kita jika kita katakan merupakan salah satu pulau penghasil timah di republik ini. Namun, berbicara tentang pengelolaan hasil tambang berupa timah itu sendiri, rasanya sangat malu melihat bagaimana permukaan negeri ini yang telah hancur dan membentuk kolong-kolong kecil sehingga membentuk seperti sebuah danau-danau kecil. Apalagi butuh cost yang sangat mahal untuk reklamasi lahan minimal mengurangi dampak buruk pada masa yang akan datang. Siapa yang akan disalahkan? Bukan pertanyaan itu yang mesti kita jawab.
Tapi, bagaimana hal seperti itu bisa terjadi dan apa yang mesti kita perbuat untuk memberikan solusi yang terbaik untuk kelestarian sebuah lingkungan hidup. Mungkin, jika dikaitkan dengan kemiskinan dan bagaimana masyarakat harus berpikir untuk mengenyangkan “perut” hal inilah mungkin yang menjadi sebab utama mendorong penduduk menguras alam sehingga merusak lingkungan. Jika kita amati bahwa dapat kita katakan ada hubungan antara jumlah dan macamnya sumber daya alam dengan produk bagi konsumsi masyarakat. Hubungan tersebut terlihat bahwa semakin besar pola konsumsi masyarakat maka semakin banyak pula sumber daya alam yang akan dikelola dan semakin beraneka ragam pola konsumsi masyarakat, maka semakin bermacam pula sumber daya alam yang akan dikelola.
Dari permasalahan tersebut di atas, dapat kita telaah dan mungkin harus menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa hal seperti itu bisa terjadi? Jawabannya tentu ada pada diri kita masing-masing untuk lebih bersikap arif terhadap lingkungan sebelum lingkungan itu sendiri yang memberitahu kepada kita bahwa setiap bencana alam yang terjadi adalah karena ulah tangan manusia itu sendiri. Kita amati bagaimana sebuah bencana banjir yang terjadi di Aceh & Sumatera Utara yang diakibatkan penggundulan Taman Nasional, Gunung Leuser, Alikodra (7/12/2006) atau di negeri Serumpun Sebalai sendiri, beberapa minggu terakhir terjadinya banjir yang menggenangi daerah Semabung, Pangkalpinang akibat tidak ada lagi yang menjadi penyerap air di daerah sekitarnya. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa kawasan hutan memiliki kemampuan dalam mengatur tata air, mencegah erosi dan banjir serta memelihara kesuburan tanah.
Berbicara sumber daya alam tentu tak lepas dari peran sebuah teknologi tepat guna untuk sebuah kelestarian lingkungan. Untuk itu, pengusaha harus dapat memilih teknologi dan cara produksi yang bisa memperkecil dampak negatif dari kepada lingkungan. Apalagi jika kita lihat kebijakan penataan ruang daerah dilakukan dengan tujuan untuk mampu menciptakan pemanfaatan ruang wilayah yang berimbang, optimal dan berwawasan lingkungan untuk kepentingan masyarakat luas. Kita tidak dapat menutup mata, bagaimana pemanfaatan teknologi berupa alat berat pada sektor pertambangan, yang secara seporadis membabat habis hutan untuk mencari hasil tambang yang terkadang hasilnya nihil atau 0%. Kepada siapa kita akan bertanggung jawab? Pikirkan apa yang dapat kita tinggalkan untuk generasi mendatang dan apa yang dapat kita katakan kepada mereka. Atau lingkungan hidup yang seperti inikah yang akan kita wariskan kepada mereka?
Akhir dari sebuah permasalahan, tentu akan tuntas dengan adanya solusi-solusi yang mungkin akan ada tindak lanjut ke depannya. Pertama, pemerintah harus lebih giat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peranan lingkungan hidup dalam kehidupan manusia melalui pendidikan dalam dan luar sekolah. Kedua, perlunya inventarisasi dan Evaluasi potensi SDA dan lingkungan hidup. Ketiga, meningkatkan penelitian dan pengembangan potensi manfaat hutan terutama untuk pengembangan pertanian, industri dan kesehatan. Keempat, penyediaan Infra Struktur dan Spasial SDA dan Lingkungan Hidup baik di darat, laut maupun udara. Kelima, Perlunya persyaratan AMDAL terhadap usaha-usaha yang mengarah pada keseimbangan hidup. Terakhir, perlunya penyuluhan dan kerjasama kemitraan antara Lembaga Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan SDA serta perlunya peningkatan kemampuan Institusi dan SDM Aparatur Pengelolaan SDA dan LH. Karena pembangunan yang baik adalah yang berwawasan lingkungan walaupun terkadang dengan kemungkinan kerusakan untuk ditimbang dan dinilai manfaat untung ruginya dan diambil keputusan dengan penuh tanggung jawab kepada generasi mendatang. Karena generasi yang akan datang, tidak ikut serta dalam proses pengambilan keputusan sekarang dalam menentukan penggunaan sumber daya alam yang sebenarnya kita hanya meminjami dari mereka untuk pembangunan masa kini dengan dampak pembangunan di masa nanti!

Sifat Lingkungan Hidup

Ruang lingkup peninjauan tentang lingkungan hidup
dapat sempit, misalnya sebuah rumah dengan
pekarangannya, atau luas, misalnya Pulau Irian.
Lapisan bumi dan udara yang ada mahluknya, dapat juga
dianggap sebagai suatu lingkungan hidup yang besae,
yaitu biosfer. Bahkan tatasurya kita atau malahan
seluruh alam semesta dapat menjadi objek tinjauan.

Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam
faktor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing
jenis unsure lingkungan hidup tersebut. Dengan mudah
dapat kita lihat, suatu lingkungan hidup dengan 10
orang manusia, seekor anjing, tiga ekor burung
perkutut, sebatang pohon kelapa dan sebuah bukit batu
akan berbeda sifatnya dari lingkungan hidup yang sama
besarnya tetapi hanya ada seorang manusia, 10 ekor
anjing, tertutup rimbun oleh pohon bamboo dan rata
tidak berbukit batu. Dalam golongan jenis unsur
lingkungan hidup termasuk pula zat kimia.

Kedua, hubungan atau interaksi antara unsure dalam
lingkungan hidup ini. Misalnya, dalam suatu ruangan
terdapat delapan buah kursi, empat buah meja dan empat
buah pot dengan tanaman kuping gajah. Dalam ruangan
itu delapan kursi diletakkan sepanjang satu dinding,
dengan sebuah meja di muka setiap dua kursi dan sebuah
pot di atas masing-masing meja. Sifat ruangan berbeda
jika dua kursi dengan sebuah meja diletakkan di tengah
masing-masing dinding dan sebuah pot di masing-masing
sudut.

Hal yang serupa berlaku juga untuk hubungan atau
interaksi sosial dalam hal unsur-unsur itu terdiri
atas benda hidup yang mobil, yaitu manusia dan hewan.
Dengan demikian lingkunga hidup tidak saja menyangkut
komponen biofisik, melainkan juga hubungan sosial
budaya manusia.

Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup.
Misalnya, suatu kota yang penduduknya aktif dan
bekerja keras merupakan lingkungan hidup yang berbeda
dari sebuah kota yang serupa, tapi penduduknya santai
dan malas. Demikian pula suatu daerah dengan lahan
yang landai dan subur merupakan lingkungan yang
berbeda dari daerah dengan lahan yang berlereng dan
tererosi.
Keempat, faktor non-materiil suhu, cahaya dan
kebisingan. Kita dapat dengan mudah merasakanini.
Suatu lingkungan yang panas, silau dan bising
sangatlah berbeda dengan lingkungan yang sejuk, cahaya
yang cukup, tapi idak silau dan tenang.

Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Ia
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya.
Ia membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya.
Manusia seperti ia adanya, yaitu yang disebut
fenotipe, adalah perwujudan yang dihasilkan oleh
interaksi sifat keturunannya dengan faktor lingkungan.
Sifat keturunan, yang terkandung di dalam gen yang
merupakan bagian kromosom di dalam masing-masing sel
tubuh, menentukan potensi perwujudan manusia, yaitu
genotipe. Apakah suatu sifat dalam genotipe itu akan
terwujud atau tidak, tergantung ada atau tidaknya
faktor lingkungan yang sesuai untuk perkembangan sifat
itu. Dobzhansky, seorang ahli ilmu keturunan terkenal,
malahan menyatakan, gen menentukan tanggapan apa yang
akan terjadi terhadap faktor lingkungan. Jadi
menurutnya, gen bukanlah penentu sifat, melainkan
penentu reaksi atau tanggapan terhadap lingkungan. Hal
ini terlihat pada tumbuhan hijau yang di tempatkan di
dalam kamar gelap. Tumbuhan itu tidak mampu membentuk
zat hijau daun, walaupun ia mempunyai gen untuk
pembentukan zat hijau daun. Setelah ia dikeluarkan
dari kamar gelap dan terkena cahaya, terbentuklah zat
hijau daun. Jadi mahluk hidup itu juga terbentuk oleh
lingkungannya.
Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup nya
adalah sirkuler. Kegiatannya, apakah sekedar bernafas
atau membendung sungai, sedikit atau banyak akan
merubah lingkungannya. Perubahan pada lingkungan itu
pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Misalnya,
seseorang yang bekerja dalam sebuah ruangan kecil yang
tertutup. Dengan pernapasannya ia akan mengurangi
kadar gas oksigen dalam udara di kamar itu dan
menambah gas karbon dioksida. Pernapasannya juga
menghasilkan panas, sehingga suhu dalam ruangan naik.
Kenaikan suhu menstimulasi pembentukan keringat,
sehingga hawa dalam ruangan itu menjadi tidak sedap.
Dengan penurunan kadar gas karbon dioksida, kenaikan
suhu dan bau keringat, menjadi pengaplah ruangan itu.
Prestasi kerja orang itu akan menurun. Makin lama
menurunlah kualitas lingkungan dalam kamar itu dan
seiring dengan itu makin menurun pulalah prestasi
orang itu.

Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya
tidaklah sesederhana seperti diuaraikan di muka,
melainkan kompleks, karena pada umumnya dalam
lingkungan hidup itu terdapat banyak unsure. Pengaruh
terhadap suatu unsure akan merambat pada unsur lain,
sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak
dapat dengan segera terlihat dan terasakan.

Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan hidupnya:
udara untuk pernapasannya, air untuk minum, keperluan
rumah tangga dan kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan
untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan
untuk tempat tinggal dan produksi pertanian. Oksigen
yang kita hirup dari udara dalam pernapasan kita,
sebagian besar berasal dari tumbuhan dalam proses
fotosintesis dan sebaliknya gas karbondioksida yang
kita hasilkan dalam pernapasan digunakan oleh tumbuhan
untuk proses fotosintesis. Jelaslah manusia adalah
bagian intergral lingkungan hidupnya. Ia tak dapat
terpisahkan daripadanya. Manusia tanpa lingkungan
hidupnya adalah suatu abstraksi belaka.

Dampak Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesehatan

Pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan sangat penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpada dan tuntas. Dewasa ini lingkungan hidup sedang menjadi perhatian utama masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia umumnya.
Meningkatnya perhatian masyarakat mulai menyadari akibat-akibat yang ditimbulkan dan kerusakan lingkungan hidup. Sebagai contoh apabila ada penumpukan sampah dikota maka permasalahan ini diselesaikan dengan cara mengangkut dan membuangnya ke lembah yang jauh dari pusat kota, maka hal ini tidak memecahkan permasalahan melainkan menimbulkan permasalahan seperti pencemaran air tanah, udara, bertambahnya jumlah lalat, tikus dan bau yang merusak, pemandangan yang tidak mengenakan. Akibatnya menderita interaksi antara lingkungan dan manusia yang akhirnya menderita kesehatan.
Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai akhir hidupnya. Hal ini membutuhkan daya dukung lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.
Masalah lingkungan hidup sebenatnya sudah ada sejak dahulu, masalah lingkungan hidup bukanlah masalah yang hanya dimiliki atau dihadapi oleh negara­negara maju ataupun negara-negara miskin, tapi masalah lingkungan hidup adalah sudah merupakan masalah dunia dan masalah kita semua.
Keadaan ini ternyata menyebabkan kita betpikir bahwa pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan ini sangat penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpadu dan tuntas.
Masalah lingkungan hidup merupakan kenyataan yang harus dihadapi, kegiatan pembangunan terutama di bidang industri yang banyak menimbulkan dampak negatif merugikan masyarakat. Masalah lingkungan hidup adalah merupakan masalah yang komplek dan harus diselesaikan dengan berbagai pendekatan multidisipliner.
Industrialisasi merupakan conditio sine quanon keberhasilan pembangunan untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi, akan tetapi industrialisasi juga mengandung resiko lingkungan. Oleh karena itu munculnya aktivitas industri disuatu kawasan mengundang kritik dan sorotan masyarakat. Yang dipermasalahkan adalah dampak negatif limbahnya yang diantisipasikan mengganggu kesehatan lingkungan.
LINGKUNGAN DAN KESEHATAN
Kemampuan manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya tergantung sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat.
Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible. Prilaku masyarakat ini menentukan gaya hidup tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya mengakibatkan timbulnya penyakit juga sesuai dengan prilakunya tadi.
Dengan demikian eratlah hubungan antara kesehatan dengan sumber daya sosial ekonomi. WHO menyatakan “Kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental dan sosial serta bukan hanya merupakan bebas dari penyakit”.
Dalam Undang Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan. Dalam Bab 1, Pasal 2 dinyatakan bahwa “Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan (somatik), rohani (jiwa) dan sosial dan bukan hanya deadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan”. Definisi ini memberi arti yang sangat luas pada kata kesehatan.
Masyarakat adalah terdiri dari individu-individu manusia yang merupakan makhluk biologis dan makhluk sosial didalam suatu lingkungan hidup (biosfir). Sehingga untuk memahami masyarakat perlu mempelajari kehidupan biologis bentuk interaksi sosial dan lingkungan hidup.
Dengan demikian permasalahan kesehatan masyarakat merupakan hal yang kompleks dan usaha pemecahan masalah kesehatan masyarakat merupakan upaya menghilangkan penyebab-penyebab secara rasional, sistematis dan berkelanjutan.
Pada pelaksanan analisis dampak lingkungan maka kaitan antara lingkungan dengan kesehatan dapat dikaji secara terpadu artinya bagaimana pertimbangan kesehatan masyarakat dapat dipadukan kedalam analisis lingkungan untuk kebijakan dalam pelaksnaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya lebih baik, walaupun aktivitas manusia membuat rona lingkungan menjadi rusak.
Hal ini tidak dapat disangkal lagi kualitas lingkungan pasti mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Dari studi tentang kesehatan lingkungan tersirat informasi bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor hereditas, nutrisi, pelayanan kesehatan, perilaku dan lengkungan.
Menurut paragdima Blum tentang kesehatan dari lima faktor itu lingkungan mempunyai pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial, linkungan rekreasi, lingkungan kerja.
Keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapaat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit.
Jumlah penduduk yang sangat besar 19.000 juta harus benar-benar ditangani. Masalah pemukiman sangat penting diperhatikan.
Pada saat ini pembangunan di sektor perumahan sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat. Perumahan juga harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangungan, drainase, pengadaan air bersih, pengolalaan sampah domestik uang dapat menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk pembangunan asap dapur.
Perilaku pola makanan juga mengubah pola penyakit yang timbul dimasyarakat. Gizi masyarakat yang sering menjadi topik pembicaraan kita kekurangan karbohidrat, kekurangan protein, kekurangan vitamin A dan kekurangan Iodium. Di Indonesia sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi.
Ada yang kekurangan kuantitas makanan saja (Maramus), tapi seringkali juga kualitas kurang (Kwashiorkor). Sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi terutama terdap[at pada anak-anak.
Industrialisasi pada saat ini akan menimbulkan masalah yang baru, kalau tidak dengan segera ditanggulangi saat ini dengan cepat. Lingkungan industri merupakan salah satu contoh lingkungan kerja. Walaupun seorang karyawan hanya menggunakan sepertiga dari waktu hariannya untuk melakukan pekerjaan di lingkungan industri, tetapi pemaparan dirinya di lingkungan itu memungkinkan timbulnya gangguan kesehatan dengan resiko trauma fisik gangguan kesehatan morbiditas, disabilitas dan mortalitas.
Dari studi yang pernah dilakukan di Amerika Serikat oleh The National Institute of Occupational Safety and Health pada tahun 1997 terungkap bahwa satu dari empat karyawan yang bekerja di lingkungan industri tersedia pada bahan beracun dan kanker. Lebih dari 20.000.000 karyawan yang bekerja di lingkungan industri setiap harinya menggarap bahan-bahan yang diketahui mempunyai resiko untuk menimbulkan kanker, penyakit paru, hipertensi dan gangguan metabolisme lain.
Paling sedikit ada 390.000 kasus gangguan kefaalan yang terinduksi oleh dampak negatif lingkungan industri dan100.000 kematian karena sebab okupasional dilaporkan setiap tahun.
Indonesia saat ini mengalami transisi dapat terlihat dari perombakan struktur ekonomi menuju ekonomi industri, pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi yang meningkatkan jumlahnya, maka berubahlah beberapa indikator kesehatan seperti penurunan angka kematian ibu, meningkatnya angka harapan hidup ( 63 tahun ) dan status gizi.
Jumlah penduduk terus bertambah, cara bercocok tanam tradisional tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Dengan kemampuan daya pikir manusia, maka manusia mulai menemukan mesin-mesin yang dapat bekerja lebih cepat dan efisien si dari tenaga manusia. Peristiwa ini mulai dikenal dengan penemuan mesin uap oleh James Waat. Fase industri ini menimbulkan dampak yang sangat menyolok selain kemakmuran yang diperoleh juga exploitasi tenaga kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lenigkungan, penyakit, wabah.
Pencemaran udara yang disebabkan industri dapat menimbulkan asphyxia dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu melepas CO2disebabkan gas beracun besar konsentrasinya dedalam atmosfirseperti CO2, H2S, CO, NH3, dan CH4. Kekurangan ini bersifat akurat dan keracunan bersifat sistemik penyebab adalah timah hitam, Cadmium,Flour dan insektisida .
Pengaruh air terhadap kesehatan dapat menyebabkan penyakit menular dan tidak menular. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit penyakit umpama penyakit malaria karena udara jelek dan tinggal disekitar rawa-rawa. Orang beranggapan bahwa penyakit malaria terjadi karena tinggal pada rawa-rawa padahal nyamuk yang bersarang di rawa menyebabkan penyakit malaria. Dipandang dari segi lingkungan kesehatan, penyakit terjadi karena interaksi antara manusia dan lingkungan.

Permasalahan Lingkungan Hidup

Indonesia dengan beragam bentuk fisik dan juga penduduknya memiliki beberapa permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Permasalahan yang sering terjadi di Indonesia di antaranya berikut ini.
  1. Permasalahan Air.
Indonesia memiliki permasalahn air yang di alami oleh penduduknya. Beberapa bentuk permasalahan dari krisis air di Indonesia diantaranya berikut ini.
1. Pencemaran Sungai
Sungai di Indonesia dapat menjadi tercemar karena dipengaruhi oleh berbagai macam bentuk limbah berikut ini :
  1. Limbah Domestik, yaitu limbah rumah tangga berupa detergen dan sampah yang sengaja dibuang ke sungai.
  2. Limbah industri berupa berbagai zat kimia dan logam berat seperti Pb,Hg,Zn dan Co.
  3. Limbah pertanian seperti sisa insektisida, Pestisida dan Pembusukan fosdat dari pupuk.
  4. Penagkapan ikan dengan racun.
2. Permasalahan Sampah.
Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat mengakibatkan bertambahnya konsumsi masyarakat. Hal ini mengakibatkan bertambahnya volume sampah yang beragam, baik sampah plastik, logam, bahan organik, maupun bahan lainya.
Beberapa langkah untuk menanggulangi permasalahan sampah di Indonesia diantaranya berikut ini.
a. Pendirian tempat pembuangan sampah terpadu ( TPST ) yang lokasinya jauh dari pemukiman penduduk agar tidak menimbulkan penyakit dan pencemaran air maupun tanah.
b. Penempatan bak sampah yang terpisah agar sampah organik dan nonorganik sehingga mempermudah pengelolaanya.
3. Permasalahan Hutan
Kerusakan hutan telah berakibat buruk pada kehidupan makhluk hidup, seperti terjadinya tanah longsor, terjadinya banjir, rusaknya habitat hewan yang menghuni hutan tersebut.
Kelestarian hutan di Indonesia perlu dilakukan dengan langkah – langkah dibawah ini.
a. Melakukan reboisasi di kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan hutan bakau ( mangrove ) di daerah pesisir pantai.
b. Tebang pilih untuk pohon – pohon yang telah cukup umur.
c. Partisipasi masyarakat dan lembaga – lembaga swadaya masyarakat sekitar hutan yang secara langsung untuk mengawasi segala aktifitas pihak – pihak yang dapat merusak kelestarian hutan.
d. Memberikan sanksi yang berat bagi penebang hutan yang dapat merusak hutan.

Fikih - Kencing Bisa Selamatkan Ekologi

Ada suatu nasihat yang sering kita dengar, kesuksesan menangani masalah besar sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi persoalan yang dianggap sepele (ringan). Seseorang yang terbiasa mengabaikan persoalan kecil mungkin tidak perlu dipercaya untuk menangani masalah besar. Pasalnya, dia tidak akan punya kemampuan menanganinya. Kebiasaan mengabaikan masalah kecil akan membuatnya tidak cukup kapabel untuk diberi kepercayaan menyelesaikan persoalan besar.
Realitas yang sering kita jumpai dalam kehidupan di masyarakat adalah membiasakan atau membiarkan persoalan kecil tidak tertangani maupun tertunda-tunda. Masalah kecil dianggap tidak akan menjadi beban atau penyakit yang mengancam dan merugikan masyarakat. Padahal, sudah banyak pelajaran yang menunjukkan akibat sikap itu. Contohnya sampah yang dibiarkan menggunung. Begitu terjadi longsor sampah, manusia yang hidup di sekitarnya terkubur hidup-hidup.
Problem lain yang dianggap kecil oleh masyarakat adalah buang air kecil (kencing). Mudah kita temukan elemen masyarakat yang berdiri di pinggir jalan atau tengah kerumunan sedang kencing. Akibatnya, lingkungan hidup berbau tidak nyaman.
Saat perjalanan dari Makkah ke Madinah, di tengah jalan bus yang penulis tumpangi mengistirahatkan penumpang sekaligus memberikan waktu untuk makan siang. Penulis yang bermaksud ke kamar kecil dicegah kawan yang sebelumnya langganan berangkat haji. Katanya, menuju kamar kecil lebih dulu berakibat tidak bergairah makan.
Mengingat sudah tidak tahan lagi, penulis nekat ke kamar kecil. Benar, begitu masuk ke kamar kecil, penulis menemukan bau pesing dan menumpuknya kotoran manusia. Dalam kasus itulah mencuat gugatan apakah kita memang tidak bisa melaksanakan manajemen air kencing.
***
Tampaknya, kondisi yang didapati di negara yang jadi tujuan wisata spiritual tersebut tidak sulit ditemukan pada masyarakat Indonesia. Kamar kecil berkategori sangat kotor justru mudah ditemukan di tempat-tempat yang menjadi sarana penyampaian ajaran menegakkan kebersihan, termasuk lembaga-lembaga publik-keagamaan yang punya alokasi dana besar untuk menangani masalah lingkungan.
Manajemen tersebut sebenarnya berinti penataan atau pengelolaan masalah dasar dan sakral dalam agama yang berhubungan dengan kotoran atau pembuangan penyakit (air kencing). Dari penataan masalah dasar, meski sering dianggap sebagai aspek kecil, sejatinya manusia diingatkan tentang makna tanggung jawab dalam relasi dengan ekologi atau lingkungan hidup.
Di hadapan para sahabat, nabi bertitah, “Hindarilah tiga macam perbuatan terkutuk: buang air di tempat mawarid (yang didatangi orang, seperti air atau sungai, Red), jalan, dan tempat-tempat orang berteduh.” Dalam hadis lain disebutkan pula larangan kencing di tempat-tempat berlubang. Sebab, ditengara tempat-tempat itu menjadi peristirahatan binatang, seperti semut.
Kata-kata dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud tersebut menunjukkan, dalam regulasi agama telah terkandung aturan main atau fikih sakralitas ekologi yang berelasi dengan etika perilaku manusia, baik dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, maupun makhluk hidup lain. Makhluk hidup yang dituntut dipergauli dengan baik atau saleh oleh manusia, baik secara individual maupun korporatif-kolektif, di antaranya, bumi dan karya-karya Tuhan di atasnya.
Keharusan menata atau membangun atmosfer pergaulan yang baik, di antaranya, dapat diwujudkan dengan menunjukkan perilaku yang bermodus mewujudkan kebersihan lingkungan hidup, menjaga kelestarian alam, atau mencegah diri dari perbuatan bermuatan destruktif dan dehumanistik terhadap sumber daya ekologis. Prevensi itu akan berdampak pada pencegahan atau pengurangan pemanasan global (global warming).
Dalam agama, dari masalah membuang air kencing saja sudah digariskan mekanisme atau penataan. Mulai mekanisme berdoa hingga objek atau area yang bisa dijadikan tempat untuk membuang air kencing. Tidak semua tempat bisa dijadikan objek pembungan air kencing manusia. Sebab, air kencing yang terbuang itu tak hanya akan meninggalkan bau yang merusak lingkungan hidup, tapi juga virus-virus.
Ketentuan yang mengatur manajemen buang air kencing tersebut sering kita abaikan atau kurang aktualisasikan. Padahal, setiap larangan yang sudah digariskan-Nya pasti mengandung pelajaran berharga bagi kelangsungan hidup manusia. Dari air kencing itu, agama bermaksud mengedukasi moral kita. Apa saja yang diperbuat manusia mengandung risiko membahayakan jika manusia tidak cerdas atau gagal menerjemahkan dan menegakkan aturan tersebut.
Buang air kencing kelihatannya memang persoalan kecil. Tetapi, kalau air kencing tersebut terus-menerus dibuang dengan cara dan kebiasaan yang salah, bau tidak sedap akan semerbak pada atmosfer komunitas sosial, ada yang hak kenyamanan dan kesehatannya terganggu. Kalau kebiasaan itu dilakukan di tempat-tempat wisata, masyarakat yang mengunjungi gagal menikmati keindahan alam. Sebaliknya, mereka “menikmati” bau menyengat dan polusi yang mengancam kesehatan.
Dengan larangan buang air kencing yang digariskan agama tersebut, sebenarnya manajemen itu mengandung perlindungan terhadap kemaslahatan publik dari global warming jika air kencing diidentikkan dengan bahan perusak ozon (BPO). Hak-hak ekologi sosial secara umum (publik) yang memanfaatkan keasrian, kesejukan, dan kenyamanan kekayaan alam akan hilang karena dikotori atau didestruksi air kencing. Dalam ranah tersebut, air kencing kita telah menjadi limbah yang menciptakan atau melahirkan dosa publik. Sebab, dari air kencing itu, kepentingan kesehatan psikologis masyarakat terusik.
Norma yang mengatur air kencing tersebut sebenarnya merupakan pelajaran berharga. Dari air kencing saja, agama sudah meminta kita untuk berhati-hati atau mengikuti mekanisme yang benar. Apalagi masalah itu berkaitan dengan limbah berbahaya sekelas B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang notabene BPO, tentu pesan agama mana pun semakin ketat mengatur. Kenyataannya, agama-agama langit sudah mengingatkan dengan keras soal bahaya perilaku manusia yang arogan dan kriminalis dalam merusak dan mengotori lingkungan hidup. (*)

Lingkungan Hidup Dan Pembangunan Berkelanjutan

Keberhasilan manusia mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupannya sebagai makhluk yang tertinggi derajadnya di muka bumi (khalifah) adalah berkat kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya secara aktif. Sungguhpun manusia merupakan makhluk lingkungan (territorial being) yang tidak mungkin dipisahkan dari lingkungan hidupnya sebagai tempat bermukim, manusia tidak menggantungkan dirinya pada kemurahan lingkungan semata-mata. Sejak terusir dari Secara simbolik, sejak meninggalkan Taman Firdaus yang segala kebutuhan hidupnya serba ada dan dalam jumlah serba banyak untuk menjamin hidupnya, terpaksa harus bekerja keras dengan menguasai alam semesta beserta segala isinya.

Jelaslah bahwa kisah kejadian tentang asal-usul manusia pertama, yaitu Adam dan Siti Hawa, mengandung pengertian bahwa manusia harus mengembangkan diri untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan sebagai manusia dengan menguasai jagad raya beserta isinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak hidup di bumi manusia harus mengembangkan peralatan dan cara pengendaliannya untuk membangun lingkungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungannya serta mengolah sumberdaya alam yang tersedia. Pernyataan poluler tentang usaha manusia membina hubungan secara aktif dan timbal balik seorang pelopor Antropologi kenamaan Gordon Childe diabadikan dalam bukunya tentang sejarah peradaban manusia Man Makes Himself (19..).
Berkat kemampuan akal dan ketrampilan kerja kedua tangannya, manusia dapat memahami lingkungannya dan menghimpun pengalaman sebagai pengetahuan dan menciptakan peralatan sebagai penyambung keterbatasan jasmaninya. Keunggulan manusia berfikir secara metaforik dan kemampuan kerja dengan menggunakan peralatan itu, manusia dapat menghimpun pengalaman, mengembangkan pengalaman dan kemampuan menguasai bumi dengan segala isinya. Akhirnya manusia menjadi makhluk pemangsa yang terbesar di muka bumi. Manusia dapat melaksanakan perintah sang Pencipta untuk menguasai ikan di lautan, menguasai segala binatang yang hidup di daratan maupun burung-burung yang berterbangan di langit, untuk mengembangkan keturunan dan memenuhi bumi. Karena itulah manusia berhasil menghantar dirinya sebagai khalifah di muka bumi dan hidup tersebar luas di muka bumi.

Sungguhpun keunggulan manusia telah membuka peluang untuk menguasai bumi dengan segala isinya dan dapat mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan di manapun ia suka, tidaklah berarti bahwa kekuasaan manusia itu tanpa mengenal batas. Dengan peralatan di tangan sejak zaman batu tua (palaeolithicum) hingga masa industri yang didominasi dengan penerapan teknologi modern, manusia senantiasa mengalami sejarah kemajuan dan kemerosotan menuju ke peradaban. Dengan peralatan batu yang sederhana, manusia dengan lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya dengan meramu dan berburu binatang liar. Kemudahan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup itu berhasil meningkatkan kesejahteraan yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan hidup dalam jumlah, ragam dan mutunya. Dengan demikian manusia dipacu untuk meningkatkan intensitas pengolahan sumberdaya alam yang tersedia dan pada gilirannya menimbulkan dampak pada lingkungan hidup mereka. Kemajuan peradaban berkat kemampuan manusia menguasai lingkungannya itu telah menimbulkan dampak pada hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.

Intensitas pengolahan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bertambah besar jumlahnya, ragam dan mutunya itu telah mempercepat proses pemiskinan ataupun sekurang-kurangnya mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup setempat. Akibatnya pemenuhan kebutuhan hidup penduduk setempatpun menjadi sulit sehingga mengancam kesejahteraan hidup mereka. Kesulitan itu mendorong manusia untuk kembali mengembangkan teknologi pengolahan sumberdaya alam, sebagaimana tercermin dalam peninggalan sisa-sisa peralatan pada zaman batu muda, yang mempermudah manusia mengolah sumberdaya alam. Selanjutnya manusia mampu mengembangkan peradaban yang lebih kompleks dengan munculnya kota sebagai pusat kekuasaan dengan penduduk yang tidak harus secara langsung mengolah sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berkat kemampuan penduduk pedesaan menghasilkan surplus.

Jelaslah bahwa sejarah peradaban manusia senantiasa mengalami pasang-surut karena ulahnya sebagai khalifah di muka bumi. Namun kekuasaan manusia itu ada batasnya, karena apapun yang dilakukan terhadap lingkungannya akan menimbulkan dampak timbal balik yang tidak terelakan. Peningkatan intensitas pengolahan sumberdaya alam akan mempercepat pengurasan persediaan yang pada gilirannya akan mengancam kesejahteraan penduduk. Akan tetapi dengan keunggulannya, manusia mampu mengatasi keterbatasan itu dengan mengembangkan teknologi dan cara-cara pengendaliannya, untuk meningkatkan efisiensi dan produksivitas kerja mereka tanpa menghacurkan pola-pola hubungan timbal balik dengan lingkungannya (M.Harris, 19) secara selaras, serasi dan berkeseimbangan. Dengan mengacu pada kearifan lingkungan (ecological wisdom) yang dikembangkan dari abstraksi pengalaman masa lampau dan digunakan untuk membina hubungan dengan lingkungannya secara timbal balik (adaptation), manusia mampu merawat keseimbangan fungsi lingkungan hidupnya (ecological equilibrium).

Namun dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia karena pertambahan jumlah penduduk dunia serta meningkatnya kesejahteraan hidup yang disertai meningkatnya kebutuhan hidup manusia di satu pihak, dan kemapuan teknologi modern yang mempermudah manusia mengolah sumberdaya alam yang terbatas, seringkali kearifan lingkungan (ecological wisdom) yang mereka kembangkan sebagai kendali terlupakan. Pengolahan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan yang sehat diabaikan demi terpenuhinya kebutuhan hidup manusia yang cenderung terus meningkat dalam jumlah, ragam dan mutunya. Pesatnya kemajuan teknologi modern tidak secara berimbang diikuti dengan perkembangan pranata sosial sebagai kendali. Kesenjangan antara kemajuan teknologi modern dengan perkembangan pranata sosial sebagai kendali (culture lag) dalam sejarah peradaban manusia itu menjadi sumber bencana yang merusak keseimbangan lingkungan hidup (ecological equilibrium). Namun demikian manusia tidak pernah mengenal menyerah. Keberlanjutan hubungan antar manusia dengan lingkungannya secara berkelanjutan (sustainable adaptation) harus tetap dirawat di era pembangunan yang mendorong manusia untuk meningkatkan intensitas pengolahan sumberdaya dan pengelolaan lingkungan hidup yang sehat demi peningkatan kesejahteraan umum.


PEMBANGUNAN

Apapun makna yang diberikan, pada hakekatnya "pembangunan" itu mengandung implikasi perubahan yang direncanakan. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dalam kurun waktu tertentu, tidak ada jalan lain kecuali dilakukan dengan penerapan teknologi maju yang dapat memperlancar pencapaian sasaran. Sementara itu, setiap penerapan teknologi baru, khususnya yang digunakan untuk memacu perkembangan ekonomi, betapapun sederhananya, akan senantiasa memicu serangkaian perubahan pada sistem produksi, distribusi dan konsumsi yang berdampak luas pada tatanan kehidupan sosial-budaya masyarakat yang bersangkutan. Di lain pihak, peningkatan produksi barang kebutuhan hidup dengan mengolah sumberdaya alam secara lebih intensif, akan mempengaruhi pola-pola hubungan antar manusia dengan lingkungannya.

Pengalaman penerapan teknologi maju di benua lama untuk mengembankan industri pada awal abad XIX telah membuktikan betapa hubungan antar manusia dan lingkungan hidupnya kehilangan keseimbangan. Dalam tempo yang relatif singkat hutan-hutan setempat tidak dapat menghasilkan cukup banyak kayu yang diperlukan untuk pembangunan. Demikian juga binatang liar tidak lagi dapat diharapkan menghasilkan kulit berbulu tebal. Selama kurun waktu 50 tahun (1850-1900) tercatatat lebih dari 35 juta penduduk Eropa terpaksa mengungsi ke luar untuk mencari penghidupan di daerah koloni.

Pengalaman di Eropa itu berulang di kebanyakan negara yang sedang berkembang dewasa ini, termasuk Indonesia. Setelah selesai dengan "revolusi integratif" yang mempersatukan bangsa (C.Geertz, 1966) di bawah kepemimpinan Bung Karno, pemerintahan Orde Baru melanjutkan dengan "revolusi pembangunan". Pembangunan nasional diselenggarakan dengan percepatan pada pertumbuhan ekonomi yang ditopang dengan penerapan teknologi maju serta stabilitas nasional sebagai persyaratan.
Percepatan pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang tidak ditopang dengan perkembangan pranata sosial yang diperlukan ternyata tidak berhasil memacu perkembangan ekonomi (economic development) yang berakar kuat dalam tatanan kehidupan masyarakat. Masyarakat Indonesia yang pada umumnya masih didominasi tradisi agraris yang bertumpu pada ekonomi subsistensi yang penuh keseimbangan (equilibrious society) harus dengan masyarakat industri yang bertumpu pada ekonomi pasar (market oriented economy) yang mengejar keuntungan materi. Dalam keadaan sedemikian itu pertumbuhan ekonomi hanya di nikmati oleh segolongan kecil masyarakat yang telah siap memanfaatkan peluang dalam pembangunan. Akibatnya masyarakat Indonesia mengalami pergeaseran dari masyarakat yang berkesenangan (equilibrious society) ke arah masyarakat yang berkesenjangan sosial (disequilibrious society) dengan segala implikasi sosial, politik dan keamanan.

Sementara itu penerapan teknologi modern yang cenderung lebih exploitatif dan expansif penerapannya untuk mengimbangi besarnya biaya yang diperlukan telah berlangsung tanpa kendali yang efektif. Akibatnya pengurasan sumberdaya alam berlangsung secara besar-besaran tanpa mengindahkan keseimbangan fungsi lingkungan. Kenyataan tersebut telah menyisihkan sebagian masyarakat dari sumberdaya alam yang selama ini mereka rawat secara berkelanjutan, karena mereka tidak mampu bersaing tanpa perlindungan dengan pihak "luar" yang memiliki berbagai keunggulan. Akibatnya bukan hanya kesenjangan sosial bertambah lebar dan dalam, melainkan juga rusaknya keseimbangan fungsi lingkungan.

Persaingan yang tidak sehat di kalangan masyarakat untuk memperebutkan sumberdaya alam dan lingkungan yang sehat tanpa perlindungan yang tegas telah memicu pertikaian sosial yang seringkali disertai kekerasan (violent conflict) yang dihadapi masyarakat Indonesia dewasa ini.

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Mengingat kenyataan tersebut, model pembanguinan nasional harus diubah, bukan lagi trilogi, melainkan pancalogi dengan menambahkan prinsip sosial dan ekologi. Pembangunan nasional yang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi menjadi perkembangan ekonomi yang kuat berakar dalam kehidupan masyarakat harus ditopang dengan pengembangan pranata sosial secara memadai. Dengan lain perkataan, sejalan dengan usaha pembangunan sektor ekonomi harus diimbangi dengan usaha memberdayakan masyarakat agar dapat mengambil bagian secara menguntungkan. Pemberdayaan itu tidak sebatas pada pembekalan ketrampilan dan keahlian, melainkan juga kondisi lingkungan sosial yang menjamin kebebasan penduduk untuk menentukan pilihan hidupnya (cultural freedom), keadilan sosial dan demokrasi politik. Tanpa ke 3 persyaratan itu, masyarakat luas tidak akan mampu ikut mengambil bagian secara menguntungkan, karena sebagian besar dari mereka itu masih didominasi tradisi agraris masing-masing.

Dengan ke 3 persyaratan tersebut, masyarakat akan merasa aman dalam usahanya karena perlindungan atas hak asazi mereka sebagai manusia serta perlindungan atas lingkungan hidup tempat mereka bermukim dan mengembangkan kebudayaan masing-masing. Sungguhpun tidak mungkin lagi bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan akan lingkungan hidup dengan ke 5 fungsi sosial secara penuh. Setidak-tidaknya ada jaminan bagi mereka untuk mendapatkan menciptakan lingkungan yang aman, terjamin sumber pencaharian atau makanannya, tersedia tempat mengembangkan keturunan secara aktif, terawatnya sarana integrasi sosial dan arena tempat aktualisasi diri bagi warganya dan kebutuhan akan keamanan. Terpenuhinya jaminan tersebut juga akan memperkuat kesadaran penduduk untuk mengelola lingkungan hidupnya dan mengolah sumberdayanya secara berkelanjutan demi pelestarian fungsi lingkungannya secara menyeluruh.

Sementara itu perhatian terhadap ekologi dalam pembangunan diperluka sebagai kendali atas pengelolaan lingkungan dan pengolahan sumberdaya alam yang semakin langka (Environment scarcity). Pertiakaian antar bangsa dan bahkan antar kelompok sosial dalam lingkungan masyarakat bangsa yang lebih luas dewasa ini, pada hakekatnya berawal pada perebutan penguasaan sumberdaya dan lingkungan yang terasa semakin langka.

Dalam memperebutkan lingkungan dan sumberdaya alam yang semakin langka itu, manusia tidak segan-segan menggunakan kekerasan dengan berbagai macam dalih dan seringkali juga mengaktifkan simbol-simbol ikatan primordial kesukubangsaan, kebangsaan dan keagamaan ataupun ideologi politik. Karena itu, pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umum jangan sampai sebaliknya menimbulkan kesengsaraan umum. Pembangunan, karena itu bukan semata-mata sekedar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, melainkan juga harus mampu memacu perkembangan sosial-budaya dan melestarikan fungsi lingkungan sebagai tempat manusia mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Manusia sebagai makhluk lingkungan (territorial being), tidak mungkin dipisahkan dari lingkungannya dan tidak mungkin merusak lingkungannya untuk kepentingan sejenak atau bagi generasinya. Semata. Manusia mempunyai tanggungjawab melestarikan fungsi lingkungan bagi generasi penerus mereka. Apa yang mereka perlukan adalah pengaturan yang disepakati bersama untuk melestarikan ke 5 fungsi sosial lingkungannya. Masalahnya siapa yang akan mengambil prakarsa untuk memulainya secara perorangan maupun kolektif.

Daftar Peraturan Perundangan Lingkungan Hidup

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
  1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN/AMDAL

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
  2. KepMen LH Nomor 86 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
  3. PerMen LH Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Pengganti KepMenLH nomor 17 Tahun 2001)
  4. KepMen LH Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan Menteri Negara Lingkungan Hidup
  5. KepMen LH Nomor 02 Tahun 2000 Tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL (Juga Menyatakan Tidak Berlakunya Kepmen KLH Nomor 29 Tahun 1992 Tentang Panduan Evaluasi Dokumen ANDAL)
  6. KepMen LH Nomor 04 Tahun 2000 Tentang Panduan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu
  7. KepMen LH Nomor 05 Tahun 2000 Tentang Panduan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kegiatan Pembangunan di Daerah Lahan Basah
  8. KepMen LH Nomor 08 Tahun 2000 Tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
  9. PerMen LH Nomor 08 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Pengganti KepMenLH 09 Tahun 2000)
  10. KepMen LH Nomor 40 Tahun 2000 Tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Pengganti KepMen LH Nomor 13 Tahun 1994)
  11. KepMen LH Nomor 41 Tahun 2000 Tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota
  12. KepMen LH Nomor 42 Tahun 2000 Tentang Susunan Keanggotaan Komisi Penilai dan Tim Teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Pusat
  13. KepMen LH Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup
  14. KepMen LH Nomor 42 Tahun 1994 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan
  15. KepMen LH nomor 45 tahun 2005 Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) (Pengganti KepMen LH nomor 105 tahun 1997)
  16. PerMen LH Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup
  17. KepKa Bapedal Nomor 124 Tahun 1997 Tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL
  18. KepKa Bapedal Nomor 299 tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
  19. KepKa Bapedal Nomor 56 Tahun 1994 Tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting
  20. KepKa Bapeten Nomor 3-P Tahun 1999 Tentang Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL untuk Rencana Pembangunan & Pengoperasian Reaktor Nuklir
  21. KepKa Bapeten Nomor 04-P Tahun 1999 Tentang Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL untuk Rencana Pembangunan & Pengoperasian Instalasi

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

  1. Undang-undang Nomor 07 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air
  3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum (Menggantikan PerMenkes Nomor 416 Tahun 1990 Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air: Khusus Air Minum)
  4. PerMen LH Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengkajian Teknis untuk Menetapkan Kelas Air
  5. PerMen LH Nomor 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
  6. PerMen LH Nomor 05 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Buah-buahan dan/atau Saturan
  7. PerMen LH Nomor 06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu AIr Limbah bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan
  8. PerMen LH Nomor 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Industri Petrokimia Hulu
  9. PerMen LH Nomor 09 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Industri Rayon
  10. PerMen LH Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Purified Terephthalic Acid dan Poly Ethylene Terephthalate
  11. KepMen LH Nomor 122 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas KEPMEN LH no 51 Tahun 1995 ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Pupuk
  12. KepMen LH Nomor 202 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha & atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas & atau Tembaga
  13. KepMen LH Nomor 28 Tahun 2003 Tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit
  14. KepMen LH Nomor 29 Tahun 2003 Tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit
  15. KepMen LH Nomor 37 tahun 2003 Tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan Dan Pengambilan Contoh Air Permukaan
  16. KepMen LH Nomor 110 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air
  17. KepMen LH Nomor 111 Tahun 2003 Tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air.
  18. KepMen LH Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Domestik
  19. KepMen LH Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara
  20. KepMen LH Nomor 114 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air
  21. KepMen LH Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air
  22. KepMen LH Nomor 142 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas KepMen LH Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air Atau Sumber Air
  23. KepMen LH Nomor 03 Tahun 1998 Tentang Baku Mutu Limbah Bagi Kawasan Industri
  24. KepMen LH Nomor 09 Tahun 1997 Tentang Perubahan KepMen LH Nomor42/MENLH/10/1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
  25. KepMen LH Nomor 42 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
  26. KepMen LH Nomor 35 Tahun 1995 Tentang Program Kali Bersih (Prokasih)
  27. KepMen LH Nomor 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
  28. KepMen LH Nomor 52 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel
  29. KepMen LH Nomor 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
  30. PerMen LH Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan
  31. PerMen LH Nomor 04 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Penambangan Timah
  32. PerMen LH Nomor 09 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Penambangan Nikel
  33. PerMen LH Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Usaha Poly Vinyl Chloride

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DAN GANGGUAN

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
  2. KepMen LH Nomor 133 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Emisi Bagi Kegiatan Industri Pupuk
  3. KepMen LH Nomor 129 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan Atau Kegiatan Minyak Bumi dan Gas Bumi
  4. KepMen LH Nomor 141 Tahun 2003 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi (Current Production)
  5. KepMen LH Nomor 45 Tahun 1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara
  6. KepMen LH Nomor 15 Tahun 1996 Tentang Program Langit Biru
  7. KepMen LH Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan
  8. KepMen LH Nomor 49 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Getaran
  9. KepMen LH Nomor 50 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebauan
  10. KepMen LH Nomor 13 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
  11. PerMen LH Nomor 07 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Ketel Uap
  12. PerMen LH Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama (Pengganti KepMenLH 35 Tahun 1993)
  13. KepMen Kesehatan Nomor 289 Tahun 2003 Tentang Prosedur Pengendalian Dampak Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan
  14. KepKa Bapedal Nomor 107 Tahun 1997 Tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara
  15. KepKa Bapedal Nomor 205 Tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak

PENGENDALIAN PENCEMARAN PERUSAKAN LAUT

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut
  2. KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut
  3. KepMen LH Nomor 179 Tahun 2004 Tentang Ralat Atas KEPMEN LH no 51 tahun 2004 ttg BM Air Laut
  4. KepMen LH Nomor 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan & Pedoman Penentuan Status Padang Lamun
  5. KepMen LH Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku & Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove
  6. KepMen LH Nomor 04 Tahun 2001 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
  7. KepMen LH Nomor 45 Tahun 1996 Tentang Program Pantai Lestari
  8. PerMen LH Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Perizinan Pembuangan Limbah ke Laut
  9. KepKa Bapedal Nomor 47 tahun 2001 tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang

PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH DAN LAHAN

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 Tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa
  3. KepMen LH Nomor 43 Tahun 1996 Tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan
  4. PerMen LH Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Pengukuran Kerusakan Tanah Untuk Biomassa
  5. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah, dan Top Soil (termasuk Tanah Pucuk atau Humus)
  6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03 Tahun 2007 Tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Bahan Galian Golongan C Selain Pasir, Tanah dan Top Soil (Termasuk Tanah Pucuk atau Humus).
  7. KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 146 Tahun 1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Industri
  8. KepMen Pertambangan & Energi Nomor 1211 Tahun 1995 Tentang Pencegahan & Penanggulan Perusakan & Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Pertambangan Umum

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
  3. PerMen LH Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis dan Persyaratan Kompetensi Pelaksanaan Retrofit dan Recycle pada Sistem Refrigerasi
  4. KepMen LH Nomor 128 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis
  5. KepMen LH Nomor 520 Tahun 2003 Tentang Larangan Impor Limbah Bahan Berbahaya & Beracun
  6. Per MenLH Nomor 03 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah B3 di Pelabuhan
  7. KepMen ESDM Nomor 1693 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan Pabrikasi Pelumas & Pengolahan Pelumas Bekas serta Penetapan Mutu Pelumas
  8. KepMen Perindustrian & Perdagangan Nomor 372 Tahun 2001 Tentang Ketentuan Pemberian Izin Usaha Industri Pabrikasi Pelumas & Pengolahan Pelumas Bekas
  9. KepKa Bapedal Nomor 02 Tahun 1998 Tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah
  10. KepKa Bapedal Nomor 03 Tahun 1998 Tentang Penetapan Kemitraan Dalam Pengolahan Limbah B3
  11. KepKa Bapedal Nomor 04 Tahun 1998 Tentang Penetapan Prioritas Limbah B3
  12. KepKa Bapedal Nomor 255 Tahun 1996 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
  13. KepKa Bapedal Nomor 01 Tahun 1995 Tentang Tata cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3
  14. KepKa Bapedal Nomor 02 Tahun 1995 Tentang Dokumen Limbah B3
  15. KepKa Bapedal Nomor 03 Tahun 1995 Tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3
  16. KepKa Bapedal Nomor 04 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3
  17. KepKa Bapedal Nomor 05 Tahun 1995 Tentang Simbol dan Label Limbah B3
  18. KepKa Bapedal Nomor 68 Tahun 1994 Tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan beracun
  19. Surat Edaran Kepala Bapedal Nomor 08/SE/02/1997 Tentang Penyerahan Minyak Pelumas Bekas
  20. KepKa Bapeten Nomor 03 Tahun 1999 Tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif

PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 Tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan & Penggunaan Pestisida
  3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1985 Tentang Kesehatan & Keselamatan Kerja Pemakaian Asbes
  4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1982 Tentang Bejana Tekanan
  5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 Tahun 1996 Tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan
  6. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33 Tahun 2007 Tentang Larangan Memproduksi Bahan Perusak Ozon dan Barang yang Mempergunakan Bahan Perusak Ozon
  7. KepMen Pertanian Nomor 763 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Tetap Pestisida
  8. KepMen Pertanian Nomor 764 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Sementara Pestisida
  9. KepMen Pertanian Nomor 949 Tahun 1998 Tentang Pestisida Terbatas
  10. KepMen Pertanian Nomor 541 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Tetap Pestisida
  11. KepMen Pertanian Nomor 543 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Sementara Pestisida
  12. KepMen Pertanian Nomor 544 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran & Pemberian Izin Bahan Teknis Pestisida
  13. KepMen Pertanian Nomor 546 Tahun 1996 Tentang Pemberian Izin & Perluasan Penggunaan Pestisida
  14. KepMen Perindustrian & Perdagangan Nomor 790 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas KEPMEN PERINDAG Tahun 1998 no 110 ttg Larangan Produksi dan Memperdagangkan ODS
  15. KepMen Perindustrian & Perdagangan Nomor 254 Tahun 2000 Tentang Tata Niaga Impor & Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu
  16. KepMen Perindustrian & Perdagangan Nomor 110 Tahun 1998 Tentang Larangan Memproduksi & Memperdagangkan Bahan Perusak Lapisan Ozon serta Memproduksi & Memperdagangkan Barang Baru yang Menggunakan BPLO (ODS)
  17. SK Menteri Perindustrian Nomor 148 Tahun 1985 Tentang Pengamanan Bahan Beracun & Berbahaya di Perusahaan Industri
  18. KepMen Tenaga Kerja Nomor 186 Tahun 1999 Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
  19. KepMen Tenaga Kerja Nomor 187 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
  20. SE Menteri Tenaga Kerja Nomor 01 Tahun 1997 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja
  21. Kep DIRJEN Perhubungan Darat Nomor 725 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Pengangkutan B3 di Jalan

KONSERVASI LINGKUNGAN DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

  1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
  2. Undang–Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman
  3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
  4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Karantina Tumbuhan
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Karantina Ikan
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestraian Alam
  10. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan
  11. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional
  12. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
  13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 01 Tahun 2007 Tentang Lembaga Konservasi
  14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam
  15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Perbenihan Tanaman Hutan
  16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Tatacara Evaluasi Fungsi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru.
  17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman
  18. KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 55 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Ikan Raja Laut (Latimeria Menadoensis) Sebagai Satwa yang Dilindungi
  19. KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 104 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Mengambil Tumbuhan Liar & Menangkap Satwa Liar
  20. KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 385 Tahun 1999 Tentang Penetapan Lola Merah (Trochus Niloticus) Sebagai Satwa Buru
  21. KepMen Kehutanan & Perkebunan Nomor 449 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Burung Walet (Collocalia) Di Habitat Alami (In-Situ) dan Habitat Buatan (Ex-Situ)
  22. Kep Bersama Menteri Pertanian, Kehutanan, Kesehatan, Pangan Nomor 998.1 Tahun 1999 Tentang Keamanan Hayati & Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika
  23. Kep DIRJEND Perlindungan & Konservasi Alam Nomor 66 Tahun 2000 Tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan & Penangkapan Satwa Liar Yang Tidak Dilindungi UU
  24. Kep DIRJEND Perlindungan & Konservasi Alam Nomor 200 Tahun 1999 Tentang Penetapan Jatah & Pengambilan Tumbuhan Alam & Satwa Liar yang Tidak Dilindungi UU utk Periode Thn 2000

PENATAAN RUANG

  1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tetang Benda Cagar Alam
  3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang penataan ruang
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota
  8. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
  11. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993 Tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional
  12. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
  13. Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1989 Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional
  14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
  15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 09 Tahun 2007 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.

LABORATORIUM LINGKUNGAN

  1. KepKa BAPEDAL Nomor 113 Tahun 2000 Tentang pedoman Umum dan pedoman Teknis Laboratorium Lingkungan

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN

  1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
  2. KepMen LH Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan Kasus Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan Hidup
  3. KepMen LH Nomor 197 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup di Daerah Kabupaten & Daerah Kota
  4. KepMen LH Nomor 77 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa LH di Luar Pengadilan (LPJP2SLH)
  5. KepMen LH Nomor 78 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Pengelolaan Permohonan Penyelesaian Sengketa LH di Luar Pengadilan Pada Kementrian LH
  6. KepMen LH Nomor 56 Tahun 2002 Tentang Pedoman Umum Pengawasan Penataan Lingkungan Hidup Bagi Pejabat Pengawas
  7. KepMen LH Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di Propinsi/Kabupaten Kota
  8. KepMen LH Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pejabat Pengawasan Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
  9. Keputusan Bersama Kementerian LH, Kejaksaan, Kepolisian Nomor KEP-04/MENLH/04/2004, KEP-208/A/J.A/04/2004, KEP-19/IV/2004 Tentang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu (SATU ATAP), Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
  10. KepKa BAPEDAL Nomor 27 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Satuan Tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Lingkungan Hidup Di BAPEDAL
  11. Surat Jaksa Agung Muda Tidak Pidana Umum Nomor B-60/E/Ejp/01/2002 Tentang Perihal Pedoman teknis Yustisial Penanganan Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup

PROPER

  1. KepMen LH Nomor 127 Tahun 2002 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

INTERNATIONAL ENVIRONMENTALS CONVENTIONS AND TREATIES

  1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati)
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)
  3. KepPres Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Protokol 9 Dangerous Good (Protokol Pengesahan 9 Barang-barang Berbahaya)
  4. KepPres Nomor 92 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Montreal Protocol Tentang Zat-zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
  5. KepPres Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Pengesahan Vienna Convention for the Ozone Layer dan Montreal Protocol on Substances That Deplete the Ozone Layer as Adjusted and Amanded by The Second Meeting of The Parties
  6. KepPres Nomor 1 Tahun 1987 Tentang Pengesahan Amandemen 1979 atas Convention on Internasional Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora, 1973
  7. Protocol to the Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty 1996
  8. International Tropical Timber Agreement 1994
  9. Comprehensive Nuclear TEST-Ban Treaty 1994
  10. Convention on Biological Diversity 1992
  11. The Rio Declaration on Environment and Development 1992
  12. United Nations Framework Convention on Climate Change 1992
  13. Convention on the Transboundary Effects of Industrial Accidents 1992
  14. International Convention an Civil Liability for Liability for Oil Pollution Damage 1991
  15. Protocol on Environmental Protection to the Antartic Treaty 1991
  16. Protocol to the 1979 Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution Concerning the Control of Emissions of Volatile Organic Compounds or Their Transboundary Fluxes 1991
  17. Protocol to the 1979 Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution on Reduction of Sulphur Emissions of Volatile Organic Compound of Their Transboundary Fluxes 1991
  18. Basel Convention on Transboundary Movement of Hazardous Waste 1989
  19. The Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer 1987
  20. Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer 1987
  21. Convention early Notification of a Nuclear Accident 1986
  22. Convention on Assistance in the of a Nuclear Accident 1986
  23. Protocol Amending the Paris Convention for the Prevention of Marine Pollution from Land Based Sources 1986
  24. Protocol to Amend the International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969,1984
  25. World Charter for Nature 1982
  26. Convention on the Conservative of Antartic Marine Living Resources 1980
  27. Convention on the Conservation of Migratory Species of Wild Animals 1979
  28. Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution 1979
  29. Protocol to the International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969,1976
  30. Convention for the Prevention of Marine Pollution from Land Based Sources 1974
  31. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora 1973
  32. International Convention for the Prevention of Pollutions from Ships 1973
  33. Protocol of 1978 Relating to the International Convention for Prevention of Pollution from Ships 1973
  34. Convention on The Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter (1972) and Resolutions Adopted by the Special Meeting
  35. Protocol to the Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter (1972) and Resolutions Adopted by The Special Meeting, 1972
  36. Declaration of the United Nations Conference on the Human Environment 1972
  37. Convention of the Prevention of Marine Pollution by Dumping from Ships and Aircrafts 1972
  38. Treaty Banning Nuclear Weapon Tests in Atmosphere, in Outer Space and Under Water
    (Nuclear Test-Ban Treaty) 1963
  39. The Antarctic 1959
  40. Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources pf the High Seas 1958
  41. International Convention for The Protection of Pollution of the Sea by Oil 1954
  42. International Convention for the Protection of Birds 1950
  43. Rotterdam Convention On The Prior Informed Consent Procedure for Certain Hazardous Chemicals and Pesticides in International Trade