Selasa, 19 April 2011

UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1997
TENTANG
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
b. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan;
c. bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
d. bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup;
e. bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 No. 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
f. bahwa sesungguhnya dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain;
2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup;
3. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup;
5. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
7. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;
9. Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
10. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati, dan sumber daya buatan;
11. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
12. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya;
13. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang;
14. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan;
15. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;
16. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
17. Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
18. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
19. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
20. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan;
21. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
22. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang lingkungan hidup;
23. Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan;
24. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum;
25. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup.
Pasal 2
Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Wawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN
Pasal 3
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 4
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah:
a. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;
b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 5
1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 7
1. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2. Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
d. Memberikan saran pendapat;
e. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.
BAB IV
WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 8
1. Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.
2. Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup;
b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika;
c. Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika;
d. Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial;
e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Ketentuan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
1. Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
2. Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.
3. Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam nonhayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
4. Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikoordinasi oleh Menteri.
Pasal 10
Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban:
a. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
b. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
c. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan Pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
d. Mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. Mengembangkan dan mengembangkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
f. Memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup;
g. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup;
h. Menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat;
i. Memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup.
Pasal 11
1. Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri.
2. Ketentuan mengenai tugas, fungsi, wewenang dan susunan organisasi serta tata kerja kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 12
1. Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat:
a. melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada perangkat di wilayah;
b. mengikutsertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 14
1. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
2. Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya dukungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
1. Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
2. Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
1. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.
2. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.
3. Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
2. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.
3. Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PERSYARATAN PENATAAN LINGKUNGAN HIDUP
Bagian Pertama
Perizinan
Pasal 18
1. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
2. Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyarakat dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.
Pasal 19
1. Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan:
a. Rencana tata ruang;
b. Pendapat masyarakat;
c. Pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut.
2. Keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan.
Pasal 20
1. Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
2. Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
3. Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) berada pada Menteri.
4. Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
5. Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 22
1. Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
2. Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
3. Dalam hal wewenang pengawasan diserahkakn kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan
Pasal 23
Pengendalian dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk khusus untuk itu oleh Pemerintah.
Pasal 24
1. Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan.
2. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.
Bagian Ketiga
Sanksi Administrasi
Pasal 25
1. Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
2. Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada Bupati/ Walikotamadya/ Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I.
3. Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
4. Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didahului dengan surat perintah dari pejabat yang berwenang.
5. Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diganti dengan pembayaran sejumlah uang tertentu.
Pasal 26
1. Tata cara penetapan beban biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (5) serta penagihannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
2. Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk, pelaksanaannya menggunakan upaya hukum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 27
1. Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sangsi berupa pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan.
2. Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang.
3. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya.
Bagian Keempat
Audit Lingkungan Hidup
Pasal 28
Dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan/atau kegiatan, Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup.
Pasal 29
1. Menteri berwenang memerintahkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup apabila yang bersangkutan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
2. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperintahkan untuk melakukan audit lingkungan hidup wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakan audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
4. Jumlah beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
5. Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP
Bagian Pertama
Umum
Pasal 30
1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
3. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 31
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Pasal 32
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal 33
1. Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
2. Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
Paragraf 1
Ganti Rugi
Pasal 34
1. Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
2. Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 35
1. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
2. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini:
a. Adanya bencana alam atau peperangan; atau
b. Adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
c. Adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
d. Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi.

Paragraf 3
Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Pasal 36
1. Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan dihitung sejak saat korban mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
2. Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Paragraf 4
Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup Untuk Mengajukan Gugatan
Pasal 37
1. Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
2. Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
3. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
1. Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
2. Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
3. Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi persyaratan:
a. Berbentuk badan hukum atau yayasan;
b. Dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. Telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Pasal 39
Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata yang berlaku.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 40
1. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
2. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang lingkungan hidup.
3. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
4. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
5. Penyidik tindak pidana lingkungan hidup di perairan lndonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 41
1. Barangsiapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
1. Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 43
1. Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2. Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), barang siapa yang dengan sengaja memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain.
3. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp. 450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 44
1. Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 45
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiganya.

Pasal 46
1. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasa hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.
3. Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
4. Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan.
Pasal 47
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa:
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan atau
b. Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau
c. Perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
d. Mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. Meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
f. Menempatkan perusahaan di bawah pengampunan paling lama 3 (tiga) tahun
Pasal 48
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 49
1. Selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin, wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan Undang-undang ini.
2. Sejak diundangkannya Undang-undang ini dilarang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan limbah bahan berbahaya dan beracun yang diimpor.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 51
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan LingkunganHidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 52
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 19 September 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 19 September 1997
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar